Untuk Sebuah Kebanggaan

Kenangan cukup menjadi kenangan. Dan kau telah menjadi pelajaran bagiku, untuk segala perasaan yang tak perlu semua orang tahu. Kadang ku berpikir mungkin jika aku kembali dan menunggu disana masih ada senyummu yang bertutur ambigu , tapi banyak hal sekarang tak lagi penting seperti dulu. Cukup aku dengan ambisiku, kau dengan pengagummu.

Dan katakanlah aku seorang yang tak tahu diri, tanpa suatu yang pantas dan memuakkan. Tapi setidaknya banyak hal yang kumengerti tentang arti diam dan menghargai. Tentang kegagalan dan mimipi-mimpi tak tercapai. Tentang harapan dan kenyataan yang tak sejalan. Tentang ambisi dan obsesi yang balik menyerang diri sendiri. Setidaknya aku tahu bagaimana pedihnya hidup bersama penghinaan. Setidaknya aku mengerti bagaimana menyikapinya dan menemukan jalan untuk bangkit dengan kepala yang tak tertunduk, dengan bahu yang terus tegak.



Tenang saja teman, aku akan bangkit kembali setiap kali caci maki berduri menghampiri. Karena mulut mereka yang penuh sumpah tak cukup hebat mengikis impian yang dibangun diatas kebanggaan diri. Tak cukup kuat menghempas kepedulian karena masih tetap dengan perasaan yang sama. 

Ya memang benar, aku pernah mencintainya dan perasaan itu erat mengcengkram bahu ku ketika jenuh hampir mematahkan asa yang tersandung kegagalan. Kebanggan itu menggantung dipelupuk mataku ketika terbasahi oleh air mata yang diselubungi oleh kenaifan. Berhari-hari kupikirkan dan tak kutemui penyesalan karena kusadari ia dari waktu ke waktu telah menjadi inspirasiku. 

Ada kesedihan disana, tawa untuk menutupinya dan tangisan yang tersimpan. Tapi kehadirannya seringkali menjadi semangat untuk beban berat yang tak bisa gamblang terungkap. Bukan senyumnya, karena aku tahu ia tak punya satu saja untukku. Bukan kebaikannya, karena sinis yang tiap kali terungkap. Bukan materi, karena aku tak peduli segala yang ia miliki. Aku bertahan karena dalam hati dan pikiranku tak ada alasan untuk melepaskan. Tak ada alasan untuk menuntutnya. Tak ada alasan untuk memilikinya. Tak ada alasan untuk memilih dan dipilih. Karena aku dan dia bukan pilihan. Satu-satunya yang tersimpan dalam hati hanyalah eksistensiku sendiri. Hanya karena itulah aku, bukan dia yang hanya mengagumimu. Mungkin tentang kebaikan dan materi yang kau janjikan.

Aku sudah mengakhirinya dan tak berpikir untuk mengungkapnya kembali. karena kusadari bahwa ini adalah hidup dan bukan permainan yang harus menang untuk sebuah kebanggaan. Untuk banyak harapan yang terselip dan kutemukan dari bibir mereka, dari kemungkinan yang tercecer diantara langkahmu, ada satu kesadaran yang pasti. Harapan hanyalah harapan.

Di setiap kedukaan selalu ada teman yang memudahkan. Memberi kesembuhan dengan rasa nyaman. 

Komentar

Postingan Populer